Jhontoni Tarihoran dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak juga menyampaikan bahwa dengan kehadiran PT. Inti Indorayon Utama (P.T IIU) sampai berganti menjadi PT. Toba Pulp Lestari (P.T.TPL) telah mendapat banyak penolakan. Salah satu diantaranya adalah perampasan tanah adat.
Lebih lanjut Jhontoni Tarihoran menjelaskan bahwa berdasarkan catatan, Ada sekitar 33.000 Ha Wilayah Adat yang masuk dalam klaim sepihak konsesi PT. TPL, dan ketimpangan ini melahirkan banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi seperti yang terjadi di Sihaporas, Natinggir, Natumingka, Nagasaribu dan Dolok Parmonangan.
Baca Juga:
Hengki Manalu : AMAN Tano Batak Kecam Kejadian kekerasan Dari Pihak Pekerja TPL Pada Masyarakat Sihaporas
"Jadi persoalan ini penting untuk dilihat secara menyeluruh dan diselesaikan dengan mendorong Tim Gabungan Pencari Fakta atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Toba Pulp Lestari,"ujar Jhontoni Tarihoran
Pastor Walden Sitanggang mewakili JPIC Kapusin Medan dan Ephorus HKBP Viktor Tinambunan dalam pertemuan Rapat Dengar Pendapat dengan komisi XIII DPR RI di Medan. 03/10/25. (Foto: Kanwil HAM Sumut)
DI RDP tersebut Pemerintah Daerah Akui akan Kompleksitas Konflik dimana perwakilan pemerintah daerah dari tujuh kabupaten di sekitar Danau Toba menyampaikan pandangan beragam, Penyampaian dari Kabupaten Simalungun menilai bahwa konflik dengan PT TPL telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan mendesak penyelesaian segera.
Baca Juga:
Aktivis Lingkungan dan GBSI Sumut Beberkan Fakta, PT TPL Disebut Melakukan Perbudakan Terhadap Buruh
Pendapat dari Kabupaten Toba di RDP tersebut mengakui masih adanya kendala hukum dan sejarah dalam pengakuan tanah adat. Sementara Kabupaten Humbang Hasundutan menegaskan bahwa beberapa wilayah adat sudah diakui melalui SK Menteri Lingkungan Hidup tahun 2021, Dan Kabupaten Pakpak Bharat menyoroti dampak terhadap sumber air dan irigasi sawah akibat kegiatan perusahaan.
Sementara di Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut Lembaga Negara Desak Evaluasi dan Perlindungan Hukum, Dari sisi lembaga negara yang hadir dalam pertemuan tersebut, juga menyampaikan beberapa pandangan.
Dari pihak Komnas HAM RI Saurlin P. Siagian menilai bahwa akar persoalan terletak pada tata kelola perizinan kehutanan yang keliru, dan mendorong evaluasi menyeluruh oleh pemerintah.Dan dari pihak LPSK menyatakan akan kesiapan memberi perlindungan hukum kepada korban maupun saksi yang terdampak.