“Aksi yang kami lakukan ini merupakan bagian dari gerakan serentak pemerintah desa di seluruh Indonesia. Para kepala desa menyuarakan keberatan terhadap perubahan aturan yang dinilai mendadak dan tidak mempertimbangkan kesiapan desa,” ujar Johanes Rumahorbo di depan para wakil rakyat.
Ia menegaskan PMK Nomor 81 Tahun 2025 semestinya diberlakukan pada 2026, bukan di tengah tahun anggaran. Perubahan aturan secara tiba-tiba, katanya, menimbulkan ketidakpastian dalam perencanaan dan mengganggu hak-hak penerima manfaat dana desa.
Baca Juga:
Hinca Panjaitan: Jaga, Rawat, Kembangkan Geopark Kaldera Toba
Para kepala desa menyebut mereka telah memenuhi seluruh persyaratan pencairan dana desa tahap kedua sesuai aturan sebelumnya. Namun, upaya tersebut dinilai tidak dihargai karena pemerintah pusat tetap memberlakukan mekanisme baru yang dianggap memberatkan.
Para kepala desa juga meminta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Presiden Prabowo Subianto, dan DPR RI untuk meninjau ulang PMK Nomor 81 Tahun 2025. Mereka berharap aspirasi yang disampaikan dapat diteruskan ke pemerintah pusat agar kebijakan tersebut dibatalkan atau setidaknya ditunda penerapannya.
“Gerakan ini kami lakukan bukan framing atau mencari panggung, tetapi murni sebagai gerakan nurani para kepala desa bukan hanya di Samosir tetapi serentak di seluruh Indonesia untuk menolak PMK Nomor 81 Tahun 2025. Kami ingin pemerintah pusat mendengar bahwa aturan ini menyulitkan,” tegas Kades Pangalaoan, Donald Lumban Raja.
Baca Juga:
Potensi Perpecahan Tinggi, MARTABAT Prabowo-Gibran Imbau Masyarakat Kawasan Otorita Danau Toba Bentuk 7 Kabupaten/Kota dan 300 Desa Baru Ketimbang Provinsi Tapanuli
[Redaktur Hadi Kurniawan]