SAMOSIR.WAHANANEWS.CO - Tuk Tuk, Terkait kejadian di Sihaporas, Abdon Nababan, Dewan Pelaksana AIPP (Asia Indigenous Peoples Pact, organisasi Masyarakat Adat se Asia) menyampaikan bahwa akar permasalahan yang terjadi di Sihaporas kabupaten Simalungun dimulai tahun 1982 dengan adanya kebijakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dari Pemerintah. Sabtu (27/09/2025)
Dijelaskan Abdon Nababan bahwa pada tahun 1982 Pemerintah RI membuat satu kebijakan penunjukan kawasan hutan di seluruh Indonesia. Penujukan kawasan hutan ini dilakukan berdasarkan data yang sangat sangat sedikit pada waktu itu di seluruh Indonesia, termasuk di Tano Batak. Dan di atas kawasan hutan yang ditunjuk tersebut diberikan izin Konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
Baca Juga:
Di Harapkan Kepada SPPG Agar Bahan Baku di Utamakan dari Masyarakat Sehingga Ekonomi Rakyat Dapat Terangkat
"Jadi tata guna hutan kesepakatan tahun 1982 itu adalah satu penunjukan yang sepihak, tidak melalaui proses yang benar dan tidak diketahui oleh Masyarakat adat yang hadir dilahannya dan mengabaikan hak hak masyarakat, inilah sumbernya sebenarnya," ucap Abdon Nababan, Dewan Pelaksana AIPP yang mewakili sub-region Asia Tenggara.
Abdon Nababan (Kemeja Putih) bersama Bonatua Sialagan Warga Sihaporas
Lebih lanjut dijelaskan Abdon Nababan, bahwa jika dilihat dari izin konsesi yang diberikan waktu itu kepasa pada PT Inti Indorayon Utama Tbk.( P.T. IIU) yang sekarang menjadi PT Toba Pulp Lestari Tbk, (P.T.TPL) sebenarnya itu batal demi hukum karena status kawasan hutannya masih penunjukan. Sementara jika berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 45 tahun 2011 itu sesudah ditunjuk harus dilanjutkan dengan proses pemetaan, penataan batas sampai kemudian ada berita acara tata batas (BATB) dengan pihak-pihak ketiga, yang memiliki hak atas tanah itu, membubuhkan tanda tangan persetujuan. Setelah itu kawasan hutan baru dapat dikukuhkan dan ditetapkan. Namun hal tersebut tidak dilakukan.
Baca Juga:
Di Perayaan Hari Tani Nasional,Wabup Sampaikan Bahwa saat ini Pemkab Samosir Menetapkan Sektor Pertanian dan Pariwisata Menjadi unggulan
"Dari sekian banyak konflik tersebut, Sebenarnya sudah terus menerus dilaporkan kepada pemerintah, bahkan dalam kasus Sihaporas sudah masuk pada daftar yang harus diselesaikan oleh pemerintah," ujar Abdon Nababan
Disampaikan Abdon juga bahwa artinya dalam situasi ini, kawasan hutan yang jadi konsesi TPL belum berkekuatan hukum tetap, seharusnya tidak boleh ditanami eukaliptus oleh TPL. Namun ternyata pihak TPL memaksa untuk menanami daerah daerah yang statusnya masih dalam proses penyelesaian.
"Saya sendiri melihat itu,Sangat menyayangkan Arogansi dan ketidak patuhan pihak PT.TPL masuk merengsek memaksa masuk ke daerah daerah yang sebenarnya menurut masyarakat masih dalam proses penyelesaian oleh pemerintah,"ucap Abdon lebih lanjut.
Mantan Sekjen AMAN Abdon Nababan juga menjelaskan bahwa hal tersebut salah satu bentuk pelecehan pada pemerintah yang dalam hal ini menurutnya harus ada tindakan yang tegas dari Menteri kehutanan untuk segera memproses karena kejadian tersebut dasarnya adalah dari kebijakan Pemerintah.
"Penyerangan dan tanam paksa oleh TPL mendapat perlawanan dari masyarakat adat yang berakibat bentrok. Pembiaran oleh pemerintah sejak tahun 1980an menciptakan ketidakpastian hukum baik bagi masyarakat adat dan TPL.” ujar Abdon Nababan.
[Redaktur Hadi Kurniawan]